Mengapa “The Forgotten”?

Sangat mungkin, pertanyaan pertama yang muncul dalam benak Pembaca adalah “Mengapa buku ini dijuduli The Forgotten, atau “Yang Terlupakan?” Dan apa yang terlupakan itu?

Sadar atau tidak, pikiran atau ingatan kita kerapkali sangat pendek. Jangankan untuk mengingat sesuatu yang sudah lama berlalu, yang baru terjadi saja, sering kali dengan mudah raib dari ingatan kita. Tentu saja, ini berbeda dengan melupakan atau to forget.

Lima puluh buah tulisan dalam buku ini menyangkut The Forgotten atau hal-hal “Yang Terlupakan” itu. Semuanya tentang hal-hal yang pernah ada atau diyakini pernah ada, tapi kemudian terlupakan begitu saja.

Tentang ini, penyair Rendra dalam sebuah penggalan puisinya pernah mengatakan “tak seorang pun kuasa menghapus masa silam”, dan itu benar. Namun, kalau tidak ada yang mengingatkan sesuatu yang pernah ada di masa silam itu, akan terlupakan.

Di dalam sebuah “Jejak Sejarah” pasti tersimpan macam-macam nilai—baik atau buruk. Dan yang kita bisa lakukan terhadap “jejak sejarah” itu adalah memetik makna atau pelajaran lalu menjadikannya bekal untuk menjalani kehidupan, yang pada gilirannya juga menjadi sejarah.

Robertus Mulyawan ketika masih sehat.

Yang menarik, buku ini adalah karya seorang “tuna netra” bernama Robertus Mulyawan atau Wawan. Dia adalah pemilik Cafe ZEN di kawasan Kelapa Gading. Dalam perjalanan bisnisnya, Wawan menderita sakit kanker otak yang kemudian menyebabkan dia mengalami kebutaan total.

“Anehnya”, di saat sudah kehilangan pengelihatan, dia bercerita tentang banyak hal. Pengetahuannya sangat luas dan bersifat lintas bidang. Dia seorang sarjana psikologi, tapi memiliki wawasan yang luas tentang banyak. Dia bercerita tentang sajarah, legenda, peninggalan-peninggalan, geografi dan sebagainya. Dan semua yang dia ceritakan menyangkut hal-hal unik yang tidak umum atau nyaris tidak diketahui orang.

Mendengar cerita dan melihat semangat bercerita, salah seorang sepupunya, yakni MF Onny Tresnowati Ghio atau Onny mencatat dengan laptopnya dengan pertimbangan “sayang kalau tidak tercatat”.

Semula Onny mengira bahwa kisah-kisah itu hanyalah khayalan atau imajinasi Wawan. Onny kemudian mencoba mencari kebenaran kisah-kisah Wawan tersebut di internet dan di perpustakaan. Ternyata, semua ada di literatur.

Lantas, dari mana semua pengetahuan tersebut? Semua berdasarkan kebiasaan dan kesukaan Wawan dalam membaca, mendengar dan daya olahnya sendiri.

Karena memang tidak bisa melihat lagi, Wawan hanya mengandalkan ingatan. Bolelah dikatakan, daya ingat dan daya imajinasi Wawan tergolong luar biasa dan akurat.

Mengetahui adanya kisah-kisah unik tersebut, Etty Kurniawati, Ibu dari Wawan berinisiatif menerbitkan kisah-kisah tersebut menjadi buku. Tujuannya agar kisah-kisah berharga mengenai hal-hal langka tersebut bisa diketahui banyak orang. Selain itu agar buku ini menjadi terapi otak bagi Wawan dan warisan berharga buah hatinya itu.

Terima kasih kepada Wawan dan Bu Etty yang telah memercayai Penerbit Altheras menyunting dan menerbitkan tulisan-tulisan tersebut. Kami yakin, buku ini akan menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.
Kepada para pembaca, kami ucapkan “Selamat berziarah ke masa silam bersama daya ingat dan imajinasi Wawan”.
Salam literasi!

Author: altheras_admn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *